Minggu, 24 Oktober 2010

Selasa, 19 Oktober 2010

MENGANGKAT NAMA SEKOLAH LEWAT KARYA ILMIAH

Telur Asin Sangrai yang Awet dan Masir

  • Kiprah Mahasiswa Fakultas Peternakan Undip
SIAPA yang tidak kenal telur asin? Benda bulat berwarna hijau itu telah lama menjadi kegemaran masyarakat Indonesia. Bukan hanya itu, telur bebek yang diasinkan itu juga menjadi primadona ekonomi masyarakat di Kabupaten Brebes. Menurut data Dinas Penanaman Modal Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Brebes, kapasitas produksi telur asin di Brebes mencapai 45,1 juta butir per tahun.
Telur asin (salty egg) ternyata tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga dikenal sebagai makanan tradisional di berbagai negara seperti China, Thailand, dan Jepang. Namun kualitas produksi dan inovasi perlu terus dikembangkan, agar lebih memenuhi keinginan pasar.
Pada kenyataannya, telur asin memang sering menjadi bahan penelitian. Di antaranya siswa SMP Negeri 1 Ngimbang, Lamongan, Jawa Timur, yang pada tahun 2004 berhasil membuat telur asin aneka rasa. Telur asin yang memiliki rasa jeruk, jahe, atau pedas (cabe) itu menjadi salah satu finalis Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) 2004.
Selain itu, terus dilakukan pembaruan teknik pengolahan agar lebih memenuhi standar kualitas produk, termasuk soal keawetan dan daya tahannya.
Hal itulah yang dilakukan tiga mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang, yaitu Eli Subandiyah, Novita Rahmawati, dan Nichia Alies.
Menurut Eli Subandiyah, selama ini yang tersedia di pasaran adalah telur asin yang dimasak dengan cara kukus, rebus, atau oven. ''Kami mencoba melakukan diversifikasi produk dengan model sangrai,'' ujarnya.
Eli menjelaskan, pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam telur dengan cara difusi. Proses difusi terjadi setelah garam berubah menjadi ion Na+ dan Cl-. Garam berfungsi sebagai pengawet dan pemberi rasa (flavour), sementara air sebagai media difusi (carrier).
Keamisan Rendah
''Jumlah penetrasi air ke dalam telur telah mencapai ideal pada masa pengasinan. Namun pada saat telur direbus terjadi penambahan kadar air. Kelebihan kadar air inilah yang mengurangi keawetan telur asin,'' ujarnya. Untuk itulah, ketiga mahasiswa ini membuat diversifikasi produk telur asin yang kadar airnya tidak terlalu tinggi. ''Kondisi itu bisa tercapai dengan metode oven atau sangrai,'' jelasnya.
Berdasarkan uji organoleptik terlihat telur asin sangrai memiliki tingkat keamisan yang rendah (36,62 persen), namun lebih awet tiga minggu dibandingkan dengan telur asin rebus.
Indikator lain seperti tingkat kemasiran, tekstur kuning, tekstur putih telur, tekstur cangkang, dan tekstur warna cangkang telur asin sangrai juga lebih baik.
Mengapa bisa demikian? Sebab kadar air dalam telur sangrai tidak berlebihan. Kadar air telur asin rebus sekitar 42,77 persen, sedangkan sangrai hanya 37,09 persen.
Yang menjadi pertanyaan, apakah masyarakat dapat menikmati telur asin sangrai produksi Fakultas Peternakan Undip ini? Menurut Eli, telur asin itu sudah memiliki merek dagang Karoten, dan mulai dipasarkan di wilayah Semarang dan sekitarnya. ''Kapasitas produksinya masih kecil, sekitar 300 butir per minggu,'' ujar mahasiswi asal Kebumen ini.
Proses pembuatan telur asin sangrai tak jauh berbeda dengan model rebus. Bedanya hanya pada pemasakan. Telur asin rebus biasanya dimasak dengan cara direbus selama dua jam. Sedangkan telur asin sangrai mula-mula direbus selama 30 menit, kemudian disangrai selama satu jam.
Penelitian tentang telur asin sangrai ini telah diikutkan dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa (Pimnas) 2006 di Universitas Muhammadiyah Malang. Meski tidak menggondol piala, kata anggota tim Novita Rahmawati, tak terlampau kecewa.
Mereka merasa berhasil meningkatkan kualitas telur asin, yakni lebih awet.
Menurutnya, ini bisa membantu produsen dalam memperluas pangsa pasar. ''Termasuk bisa menembus pasar supermarket yang menuntut standar kualitas produk lebih tinggi daripada pasar tradisional,'' ujarnya. (Panji Sa-trio-32)

Selasa, 12 Oktober 2010

DI LAMONGAN BELAJAR BAHASA MANDARIN

"Zao shang hao. Ni hao ma?" seorang remaja putri fasih mengucapkannya. Kalimat dalam bahasa Mandarin yang artinya "selamat pagi, apa kabar ini" dengan lancar diucapkan Farlinda Nur Beauty, nama remaja siswi SMA Negeri 2 Lamongan, Jawa Timur. "Ternyata setelah dipelajari, bahasa Mandarin itu asyik juga," ujar Farlinda, 16 tahun, kepada Gatra, Kamis pekan lalu.

Sudah dua tahun ini Farlinda dan rekan-rekannya mendapat pelajaran bahasa Mandarin di sekolah mereka. Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lamongan, Mustofa Nur, tercatat ada lima SD, delapan SMP, enam SMA, dan dua SMK di Lamongan yang memberikan pelajaran bahasa Mandarin dalam kegiatan ekstrakurikulernya. Bahkan, untuk SMA Negeri 2 Lamongan, pelajaran bahasa Mandarin menjadi kurikulum muatan lokal sekolah, sehingga wajib diikuti oleh seluruh siswa.

Sekolah tingkat SD yang memiliki program ekstrakulikuler bahasa Mandarin adalah SD Negeri Gebang Angkrik 2 Kecamatan Ngimbang, SD Negeri Jetis 3, dan SD Negeri Made 4 Kecamatan Lamongan. Di SD Negeri Gebang Angkrik 2, Kecamatan Ngimbang, ekstrakulikuler bahasa Mandarin cukup berkembang pesat karena guru pengajarnya lulusan bahasa dan sastra Mandarin dan berbahasa Mandarin aktif. Sementara itu, dua SD negeri di Kota Lamongan bekerja sama dengan lembaga kursus bahasa Mandarin.

Di tingkat SMP dan sederajat, bahasa Mandarin dikembangkan di SMP Negeri 2 Lamongan. Untuk tingkat SMA dan SMA, sekolah yang tercatat memprogramkan bahasa Mandarin dalam ekstrakurikulernya adalah SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 2 Lamongan, SMA Negeri Paciran, SMK Negeri Lamongan, SMA Negeri Babat, dan SMK Muhammadiyah 5 Babat. "Nantinya kami akan masukkan bahasa Mandarin sebagai kurikulum muatan lokal di seluruh sekolah agar lebih efektif," kata Mustofa.

Adalah Bupati Lamongan, Masfuk, SH, yang punya gagasan pembelajaran bahasa Mandarin bagi siswa sekolah di Lamongan. Diungkapkan Masfuk, gagasannya tersebut bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat Lamongan dan menangkap peluang bisnis. Masfuk mengatakan bahwa saat ini sudah banyak investor dari luar negeri yang tertarik menanamkan modalnya ke Lamongan. Terutama investor yang berasal dari Republik Rakyat Cina (RRC). "Seandainya warga Lamongan pintar bahasa Mandarin maka akan punya daya saing tersendiri dibandingkan dengan daerah lain," kata Masfuk.

Jika masyarakat Lamongan sudah memiliki daya saing dan mau bekerja keras, ujar Masfuk, maka tugas selanjutnya adalah mengelola sumber daya yang ada. Melalui penguasaan bahasa Mandarin, diharapkan bisa membangkitkan ekonomi Lamongan. Menurut Masfuk, saat ini sudah ada beberapa investor asal negeri tirai bambu itu yang menyatakan minat berinvestasi. Mereka juga berniat membangun sejumlah pabrik di wilayah Lamongan. "Bahkan para investor RRC sudah menyediakan dana investasi mereka di Lamongan senilai Rp 25 trilyun," ujar Masfuk.

Kelak, kata Masfuk, jika investasi dari Cina mengucur di Lamongan, maka masyarakat Lamongan bisa menjadi tenaga kerja terampil yang sudah fasih berkomunikasi bahasa Mandarin. Dengan begitu mereka lebih mudah beradaptasi dan menyesuaikan etos kerja perusahaan milik investor Cina. Saya tahu warga Lamongan adaptif, mau mengubah nasib, gigih, dan pekerja keras," ujarnya. Jika masyarakat Lamongan pintar, justru didatangi pasar tenaga kerja dan tidak perlu merantau. "Mereka bisa mengembangkan daerahnya sendiri," ia melanjutkan.

Untuk mewujudkan gagasannya tadi, mulai tahun ajaran 2008/2009, Masfuk melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menginstruksikan agar di setiap kecamatan paling tidak ada satu lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pembelajaran bahasa Mandarin. Awalnya dilakukan uji coba. Sebagai pilot project ditunjuk tiga sekolah negeri yaitu SMA Negeri 2 Lamongan, SMA Negeri Paciran, dan SMP Negeri 1 Lamongan. Uji coba sukses. Ini terbukti dengan banyaknya sekolah negeri dan swasta dari berbagai jenjang pendidikan yang kemudian memberikan pelajaran bahasa Mandarin di sekolah mereka.

Program pembelajaran bahasa Mandarin di kabupaten berpenduduk 1,5 juta jiwa ini gaungnya sampai pula ke luar negeri. Misalnya, surat kabar The New York Times melakukan peliputan khusus. Dalam artkelnya yang dipublikasikan 1 Mei lalu, koran asal Amerika Serikat ini memuat aktivitas belajar-mengajar bahasa Mandarin di salah satu sekolah SMA di Lamongan. Disebutkan dalam artikel itu, terobosan Bupati Masfuk dianggap sebagai kebijakan berani yang tidak ada di wilayah lain. Masfuk juga dipuji sebagai pemimpin yang punya visi jauh ke depan.

GATRA (Dok. GATRA)

Yang namanya program baru, tentu butuh proses untuk bisa mencapai kesuksesan. Demikian pula program kurikulum bahasa Mandarin. Menurut Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Lamongan, Drs. Khusnan M.Z., MM, ketika sekolahnya ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Lamongan sebagai bagian dari pilot project, pada mulanya program kurikulum bahasa Mandarin ini hanya menjadi materi pelajaran tambahan. Itu pun pelaksanaanya di luar jam pelajaran sekolah. Pesertanya dibatasi hanya satu kelas. "Tapi, karena banyak siswa yang berminat, maka oleh pihak sekolah ditambah jadi dua kelas," ucap Khusnan.

Beruntung, sebagai pilot project, sekolah mendapat bantuan dana operasional dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 50 juta per tahun. Oleh pihak sekolah, ungkap Khusnan, dana tersebut dipergunakan untuk membeli TV LCD, VCD program bahasa Mandarin, buku panduan, alat tulis kantor, serta biaya honor para pengajarnya. Namun, porsi dana yang terserap lebih besar untuk honor dua pengajar bahasa Mandarin. Mereka secara khusus didatangkan dari lembaga kursus bahasa Mandarin di Surabaya. "Untuk tiap semester, honor guru pengajar bahasa Mandarin mencapai Rp 10 juta," urainya.

Selain bantuan dana, setiap tahun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lamongan menggelar lomba pidato bahasa Mandarin. Tujuannya, mendorong para siswa menyukai pelajaran bahasa Mandarin. Animo siswa mengikuti lomba pidato cukup tinggi. Misalnya, lomba pidato yang digelar 16 Juni lalu. Sebanyak 66 siswa dari berbagai sekolah se-Lamongan mengikuti lomba yang dibuka oleh Bupati Masfuk. Ketika itu, sebagian peserta bahkan berpidato tanpa menggunakan teks. Salah satunya Karina Fefi Laksana Sakti, yang meraih juara kedua. "Jika kita ingin menguasai suatu negara maka kuasailah bahasa mereka," jawab Karina ketika ditanya alasannya menyukai bahasa Mandarin.

Dalam pandangan pemerhati bahasa Mandarin, Hartono, pembelajaran bahasa Mandarin memang sebaiknya dimulai sejak jenjang bangku sekolah. "Kalau diajarkan melalui sekolah, akan lebih banyak orang Indonesia yang di kemudian hari mahir berbahasa Mandarin," ujarnya.

Hartono, yang juga pemilik lembaga pendidikan bahasa Mandarin, mewanti-wanti jangan sampai kebijakan yang digagas Masfuk ini berhenti di tengah jalan begitu Masfuk tak lagi memimpin Lamongan. "Yang dikawatirkan di Indonesia ini, seringkali ganti kepemimpinan ganti kebijakan," ia menegaskan.

Sujud Dwi Pratisto, dan Arif Sujatmiko (Surabaya)
[Pendidikan, Gatra Nomor 38 Beredar Kamis, 27 Juli 2010]

PULAU JAWA DAN TRIK MUDIK LEBARAN

Sudah menjadi tradisi bangsa indonesia, bahwa saat lebaran orang-orang pada mudik ke kampung halaman, bersilaturahmi bersama keluarga di kampung halaman.Berikut adalah peta mudik yang saya ambil dari alamat http://www.cybermap.co.id/cybermudik/pop.petamudik.2008.php.
Untuk mendownload tinggal click masing-masing image tersebut. Biasanya peta ini secara hardcopy sudah didistribusikan oleh Departemen Perhubungan, dan saya kebetulan juga sudah ada versi hard copynya. Jika para pembaca belum mendapatkanya bisa mendownload langsung dibawan ini.
Peta Pulau Jawa Bakosurtanal
Peta Jalan Bakosurtanal
Tip & Trik Mudik
Selama saya di Jakarta saya selalu pulang kampung (mudik) tiap menjelang Hari Raya Idul Fitri, Pengalaman paling berkesan adalah pernah membawa kendaraan untuk pulang kampung ke Ngimbang non stop sehari semalam jadi sopir karena mobil baru dijual dan belum ada penggantinya akhirnya numpang sama Saudara eh, giliran numpang disuruh jadi sopir Jakarta - Ngimbang Non Stop berangkat dari Jakarta jam 12 malam nyampai di Ngimbang Pas buka Puasa, Biasanya saya selalu pulang disopiri kadang gantian karena kurang hafal jalan.
Berdasarkan pengalaman pulang kampung ke Ngimbang berikut adalah tip & trik pulang kampung ke daerah Ngimbang - Lamongan dan sekitarnya :
Sebelum berangkat lebih baik check kondisi kendaraan, tekanan ban, air radiator, air aki, minyak rem, minyak power steering dll
Berangkatlah ketika di waktu-waktu yang jarang orang berangkat (biasanya orang berangkat waktu habis tarawih, tengah malam, atau habis sahur), misalnya siang hari terik. Saya sudah beberaapa kali pulang kampung berangkat jam 11 siang,  atau sehabis sholat asar saya mengambil cuti satu jauh hari sebelum lebaran, dan jarang menemukan macet yang terlalu parah, Kenapa ..?
  • Biasanya pada berangkat malamnya, saya dari siang sudah berangkat duluan
  • Sudak tidak ada lagi pasar tumpah disiang hari, dimana pasar tumpah ini biasanya menjadi biang kemacetan
  • Orang-orang pada malas kalau berangkat siang-siang karena panas
  • Di siang hari perjalanan lebih aman dan tidak terlalu ngantuk
Persiapkan makanan/minuman untuk berbuka (bagi yang puasa). Karena kita tidak tahu pas magrib nanti ada tidak warung/tempat berbuka yang layak buat kita. Dan Biasanya warung/tempat makan sangat ramai menjelang waktu berbuka puasa
Kalau ngantuk atau cape beristirahatlah. POM Bensin adalah tempat faforit untuk beristirahat, sambil mengisi bensin dan sholat.
Ikuti aturan lalulintas yang ada dan patuhi perintah petugas.
Waktu di perjalanan jangan sepaneng, nikmati perjalanan mudik anda, walaupun dalam kondisi macet atau berhenti sekalipun.
Jalur Mudik Jakarta Ngimbang
  • Jalur Selatan : Dari tol Cikampek, langsung masuk Tol Cipularang, nagrek, ciamis, tasik malaya, majenang, wangon, Kebumen, Magelang, Solo, Ngawi, cepu, Bojonegoro, Babat, Ngimbang
  • Jalur Utara : Dari Tol Cikampek belok kiri, Cirebon, Tegal, Semarang,Demak, Kudus, Juwana, Rembang,Tuban, Babat, Ngimbang.