Selasa, 05 April 2011

BUDIDAYA IKAN LELE









I. Pendahuluan.
Lele merupakan jenis ikan yang digemari masyarakat, dengan rasa yang lezat, daging empuk, duri teratur dan dapat disajikan dalam berbagai macam menu masakan. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu petani lele dengan paket produk dan teknologi.

II. Pembenihan Lele.
Adalah budidaya lele untuk menghasilkan benih sampai berukuran tertentu dengan cara mengawinkan induk jantan dan betina pada kolam-kolam khusus pemijahan. Pembenihan lele mempunyai prospek yang bagus dengan tingginya konsumsi lele serta banyaknya usaha pembesaran lele.

III. Sistem Budidaya.
Terdapat 3 sistem pembenihan yang dikenal, yaitu :
1. Sistem Massal. Dilakukan dengan menempatkan lele jantan dan betina dalam satu kolam dengan perbandingan tertentu. Pada sistem ini induk jantan secara leluasa mencari pasangannya untuk diajak kawin dalam sarang pemijahan, sehingga sangat tergantung pada keaktifan induk jantan mencari pasangannya.
2. Sistem Pasangan. Dilakukan dengan menempatkan induk jantan dan betina pada satu kolam khusus. Keberhasilannya ditentukan oleh ketepatan menentukan pasangan yang cocok antara kedua induk.
3. Pembenihan Sistem Suntik (Hyphofisasi).
Dilakukan dengan merangsang lele untuk memijah atau terjadi ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar Hyphofise, yang terdapat di sebelah bawah otak besar. Untuk keperluan ini harus ada ikan sebagai donor kelenjar Hyphofise yang juga harus dari jenis lele.
IV. Tahap Proses Budidaya.
A. Pembuatan Kolam.
Ada dua macam/tipe kolam, yaitu bak dan kubangan (kolam galian). Pemilihan tipe kolam tersebut sebaiknya disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Secara teknis baik pada tipe bak maupun tipe galian, pembenihan lele harus mempunyai :
Kolam tandon. Mendapatkan masukan air langsung dari luar/sumber air. Berfungsi untuk pengendapan lumpur, persediaan air, dan penumbuhan plankton. Kolam tandon ini merupakan sumber air untuk kolam yang lain.
Kolam pemeliharaan induk. Induk jantan dan bertina selama masa pematangan telur dipelihara pada kolam tersendiri yang sekaligus sebagai tempat pematangan sel telur dan sel sperma.
Kolam Pemijahan. Tempat perkawinan induk jantan dan betina. Pada kolam ini harus tersedia sarang pemijahan dari ijuk, batu bata, bambu dan lain-lain sebagai tempat hubungan induk jantan dan betina.
Kolam Pendederan. Berfungsi untuk membesarkan anakan yang telah menetas dan telah berumur 3-4 hari. Pemindahan dilakukan pada umur tersebut karena anakan mulai memerlukan pakan, yang sebelumnya masih menggunakan cadangan kuning telur induk dalam saluran pencernaannya.

B. Pemilihan Induk
Induk jantan mempunyai tanda :
- tulang kepala berbentuk pipih
- warna lebih gelap
- gerakannya lebih lincah
- perut ramping tidak terlihat lebih besar daripada punggung
- alat kelaminnya berbentuk runcing.
Induk betina bertanda :
- tulang kepala berbentuk cembung
- warna badan lebih cerah
- gerakan lamban
- perut mengembang lebih besar daripada punggung alat kelamin berbentuk bulat.

C. Persiapan Lahan.
Proses pengolahan lahan (pada kolam tanah) meliputi :
- Pengeringan. Untuk membersihkan kolam dan mematikan berbagai bibit penyakit.
- Pengapuran. Dilakukan dengan kapur Dolomit atau Zeolit dosis 60 gr/m2 untuk mengembalikan keasaman tanah dan mematikan bibit penyakit yang tidak mati oleh pengeringan.
- Perlakuan TON (Tambak Organik Nusantara). untuk menetralkan berbagai racun dan gas berbahaya hasil pembusukan bahan organik sisa budidaya sebelumnya dengan dosis 5 botol TON/ha atau 25 gr (2 sendok makan)/100m2. Penambahan pupuk kandang juga dapat dilakukan untuk menambah kesuburan lahan.
- Pemasukan Air. Dilakukan secara bertahap, mula-mula setinggi 30 cm dan dibiarkan selama 3-4 hari untuk menumbuhkan plankton sebagai pakan alami lele.
Pada tipe kolam berupa bak, persiapan kolam yang dapat dilakukan adalah :
- Pembersihan bak dari kotoran/sisa pembenihan sebelumnya.
- Penjemuran bak agar kering dan bibit penyakit mati. Pemasukan air fapat langsung penuh dan segera diberi perlakuan TON dengan dosis sama

D. Pemijahan.
Pemijahan adalah proses pertemuan induk jantan dan betina untuk mengeluarkan sel telur dan sel sperma. Tanda induk jantan siap kawin yaitu alat kelamin berwarna merah. Induk betina tandanya sel telur berwarna kuning (jika belum matang berwarna hijau). Sel telur yang telah dibuahi menempel pada sarang dan dalam waktu 24 jam akan menetas menjadi anakan lele.

E. Pemindahan.
Cara pemindahan :
- kurangi air di sarang pemijahan sampai tinggi air 10-20 cm.
- siapkan tempat penampungan dengan baskom atau ember yang diisi dengan air di sarang.
- samakan suhu pada kedua kolam
- pindahkan benih dari sarang ke wadah penampungan dengan cawan atau piring.
- pindahkan benih dari penampungan ke kolam pendederan dengan hati-hati pada malam hari, karena masih rentan terhadap tingginya suhu air.

F. Pendederan.
Adalah pembesaran hingga berukuran siap jual, yaitu 5 - 7 cm, 7 - 9 cm dan 9 - 12 cm dengan harga berbeda. Kolam pendederan permukaannya diberi pelindung berupa enceng gondok atau penutup dari plastik untuk menghindari naiknya suhu air yang menyebabkan lele mudah stress. Pemberian pakan mulai dilakukan sejak anakan lele dipindahkan ke kolam pendederan ini.

V. Manajemen Pakan.
Pakan anakan lele berupa :
- pakan alami berupa plankton, jentik-jentik, kutu air dan cacing kecil (paling baik) dikonsumsi pada umur di bawah 3 - 4 hari.
- Pakan buatan untuk umur diatas 3 - 4 hari. Kandungan nutrisi harus tinggi, terutama kadar proteinnya.
- Untuk menambah nutrisi pakan, setiap pemberian pakan buatan dicampur dengan POC NASA dengan dosis 1 - 2 cc/kg pakan (dicampur air secukupnya), untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tubuh karena mengandung berbagai unsur mineral penting, protein dan vitamin dalam jumlah yang optimal.

VI. Manajemen Air.
Ukuran kualitas air dapat dinilai secara fisik :
- air harus bersih
- berwarna hijau cerah
- kecerahan/transparansi sedang (30 - 40 cm).

Ukuran kualitas air secara kimia :
- bebas senyawa beracun seperti amoniak
- mempunyai suhu optimal (22 - 26 0C).

Untuk menjaga kualitas air agar selalu dalam keadaan yang optimal, pemberian pupuk TON sangat diperlukan. TON yang mengandung unsur-unsur mineral penting, lemak, protein, karbohidrat dan asam humat mampu menumbuhkan dan menyuburkan pakan alami yang berupa plankton dan jenis cacing-cacingan, menetralkan senyawa beracun dan menciptakan ekosistem kolam yang seimbang. Perlakuan TON dilakukan pada saat oleh lahan dengan cara dilarutkan dan di siramkan pada permukaan tanah kolam serta pada waktu pemasukan air baru atau sekurang-kurangnya setiap 10 hari sekali. Dosis pemakaian TON adalah 25 g/100m2.

VI. Manajemen Kesehatan.
Pada dasarnya, anakan lele yang dipelihara tidak akan sakit jika mempunyai ketahanan tubuh yang tinggi. Anakan lele menjadi sakit lebih banyak disebabkan oleh kondisi lingkungan (air) yang jelek. Kondisi air yang jelek sangat mendorong tumbuhnya berbagai bibit penyakit baik yang berupa protozoa, jamur, bakteri dan lain-lain. Maka dalam menejemen kesehatan pembenihan lele, yang lebih penting dilakukan adalah penjagaan kondisi air dan pemberian nutrisi yang tinggi. Dalam kedua hal itulah, peranan TON dan POC NASA sangat besar. Namun apabila anakan lele terlanjur terserang penyakit, dianjurkan untuk melakukan pengobatan yang sesuai. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa, bakteri dan jamur dapat diobati dengan formalin, larutan PK (Kalium Permanganat) atau garam dapur. Penggunaan obat tersebut haruslah hati-hati dan dosis yang digunakan juga harus sesuai.

BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus)









yusufsatya– Budidaya Belut
BUDIDAYA IKAN BELUT
( Synbranchus )
1. SEJARAH SINGKAT

Belut merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh bulat
memanjang yang hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin. Belut suka
memakan anak-anak ikan yang masih kecil. Biasanya hidup di sawah-sawah, di rawa-
rawa/lumpur dan di kali-kali kecil. Di Indonesia sejak tahun 1979, belut mulai dikenal
dan digemari, hingga saat ini belut banyak dibudidayakan dan menjadi salah satu
komoditas ekspor.
2. SENTRA PERIKANAN

Sentra perikanan belut Internasional terpusat di Taiwan, Jepang, Hongkong, Perancis
dan Malaysia. Sedangkan sentra perikanan belut di Indonesia berada di daerah
Yogyakarta dan di daerah Jawa Barat. Di daerah lainnya baru merupakan tempat
penampungan belut-belut tangkapan dari alam atau sebagai pos penampungan.
3. JENIS
Klasifikasi belut adalah sebagai berikut:

Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Synbranchoidae
Famili : Synbranchidae

Genus : Synbranchus
Species : Synbranchus bengalensis Mc clell (belut rawa); Monopterus albus Zuieuw
(belut sawah); Macrotema caligans Cant (belut kali/laut)
Jadi jenis belut ada 3 (tiga) macam yaitu belut rawa, belut sawah dan belut kali/laut.
Namun demikian jenis belut yang sering dijumpai adalah jenis belut sawah

yusufsatya– Budidaya Belut
4. MANFAAT
Manfaat dari budidaya belut adalah:

1. Sebagai penyediaan sumber protein hewani.
2. Sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
3. Sebagai obat penambah darah.
5. PERSYARATAN LOKASI

1. Secara klimatologis ikan belut tidak membutuhkan kondisi iklim dan geografis yang spesifik. Ketinggian tempat budidaya ikan belut dapat berada di dataran rendah sampai dataran tinggi. Begitu pula dengan kelembaban dan curah hujan tidak ada batasan yang spesifik.

2. Kualitas air untuk pemeliharaan belut harus bersih, tidak terlalu keruh dan
tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.
Kondisi tanah dasar kolam tidak beracun.
3. Suhu udara/temperatur optimal untukpertumbuhan belut yaitu berkisar antara
25-31 derajat C.

4. Pada prinsipnya kondisi perairan adalah air yang harus bersih dan kaya akan
osigen terutama untuk bibit/benih yang masih kecil yaitu ukuran 1-2 cm.
Sedangkan untuk perkembangan selanjutnya belut dewasa tidak memilih
kualitas air dan dapat hidup di air yang keruh.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1. Perlu diketahui bahwa jenis kolam budidaya ikan belut harus
dibedakan antara lain: kolam induk/kolam pemijahan, kolam
pendederan (untuk benih belut berukuran 1-2 cm), kolam belut remaja
(untuk belut ukuran 3-5 cm) dan kolam pemeliharaan belut konsumsi
(terbagi menjadi 2 tahapan yang masing-masing dibutuhkan waktu 2
bulan) yaitu untuk pemeliharaan belut ukuran 5-8 cm sampai menjadi
ukuran 15-20 cm dan untuk pemeliharan belut dengan ukuran 15-20
cm sampai menjadi ukuran 30-40 cm.
2. Bangunan jenis-jenis kolam belut secara umum relatif sama hanya
dibedakan oleh ukuran, kapasitas dan daya tampung belut itu sendiri.

3. Ukuran kolam induk kapasitasnya 6 ekor/m 2 . Untuk kolam
pendederan (ukuran belut 1-2 cm) daya tampungnya 500 ekor/m 2 .
Untuk kolam belut remaja (ukuran 2-5 cm) daya tampungnya 250
ekor/m 2 . Dan untuk kolam belut konsumsi tahap pertama (ukuran 5-8
cm) daya tampungnya 100 ekor/m 2 . Serta kolam belut konsumsi
tahap kedua (ukuran 15- 20cm) daya tampungnya 50 ekor/m 2 , hingga
panjang belut pemanenan kelak berukuran 3-50 cm.
4. Pembuatan kolam belut dengan bahan bak dinding tembok/disemen
dan dasar bak tidak perlu diplester

5. Peralatan lainnya berupa media dasar kolam, sumber air yang selalu ada, alat penangkapan yang diperlukan, ember plastik dan peralatan- peralatan lainnya.

6. Media dasar kolam terdiri dari bahan-bahan organik seperti pupuk
kandang, sekam padi dan jerami padi. Caranya kolam yang masih
kosong untuk lapisan pertama diberi sekam padi setebal 10 cm,
diatasnya ditimbun dengan pupuk kandang setebal 10 cm, lalu
diatasnya lagi ditimbun dengan ikatan-ikatan merang atau jerami
kering. Setelah tumpukan-tumpukan bahan organik selesai dibuat
(tebal seluruhnya sekitar 30 cm), berulah air dialirkan kedalam kolam
secara perlahan-lahan sampai setinggi 50 cm (bahan organik + air).
Dengan demikian media dasar kolam sudah selesai, tinggal media
tersebut dibiarkan beberapa saat agar sampai menjadi lumpur sawah.
Setelah itu belut-belut diluncurkan ke dalam kolam.
2. Penyiapan Bibit
1. Menyiapkan Bibit
1. Anak belut yang sudah siap dipelihara secara intensif adalah

yang berukuran 5-8 cm. Di pelihara selama 4 bulan dalam 2
tahapan dengan masing-masing tahapannya selama 2 bulan.
2. Bibit bisa diperoleh dari bak/kolam pembibitan atau bisa juga
bibit diperoleh dari sarang-sarang bibit yang ada di alam.

3. Pemilihan bibit bisa diperoleh dari kolam peternakan atau
pemijahan. Biasanya belut yang dipijahkan adalah belut betina
berukuran ± 30 cm dan belut jantan berukuran ± 40 cm.

4. Pemijahan dilakukan di kolam pemijahan dengan kapasitas satu
ekor pejantan dengan dua ekor betina untuk kolam seluas 1 m 2
. Waktu pemijahan kira-kira berlangsung 10 hari baru telur-
telur ikan belut menetas. Dan setelah menetas umur 5-8 hari
dengan ukuran anak belut berkisar 1,5–2,5 cm. Dalam ukuran
ini belut segera diambil untuk ditempatkan di kolam
pendederan calon benih/calon bibit. Anak belut dengan ukuran
sedemikian tersebut diatas segera ditempatkan di kolam
pendederan calon bibit selama ± 1 (satu) bulan sampai anak
belut tersebut berukuran 5-8 cm. Dengan ukuran ini anak belut
sudah bisa diperlihara dalam kolam belut untuk konsumsi
selama dua bulan atau empat bulan.

2. Perlakuan dan Perawatan Bibit
Dari hasil pemijahan anak belut ditampung di kolam pendederan calon
benih selama 1 bulan. Dalam hal ini benih diperlakukan dengan
secermat mungkin agar tidak banyak yang hilang. Dengan perairan
yang bersih dan lebih baik lagi apabila di air yang mengalir.
3. Pemeliharaan Pembesaran
1. Pemupukan

Jerami yang sudah lapuk diperlukan untuk membentuk pelumpuran
yang subur dan pupuk kandang juga diperlukan sebagai salah satu
bahan organik utama.
2. Pemberian Pakan
Bila diperlukan bisa diberi makanan tambahan berupa cacing, kecoa,
ulat besar(belatung) yang diberikan setiap 10 hari sekal

3. Pemberian Vaksinasi

4. Pemeliharaan Kolam dan Tambak
Yang perlu diperhatikan pada pemeliharaan belut adalah menjaga
kolam agar tidak ada gangguan dari luar dan dalam kolam tidak
beracun.
7. HAMA DAN PENYAKIT
1. Hama
1. Hama pada belut adalah binatang tingkat tinggi yang langsung
mengganggu kehidupan belut.

2. Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering menyerang
belut antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga, musang
air dan ikan gabus.

3. Di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang sering
menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan belut secara intensif
tidak banyak diserang hama.
2. Penyakit

Penyakit yang umum menyerang adalah penyakit yang disebabkan oleh
organisme tingkat rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang
berukuran kecil.
8. PANEN
Pemanenan belut berupa 2 jenis yaitu :
1. Berupa benih/bibit yang dijual untuk diternak/dibudidayakan.

2. Berupa hasil akhir pemeliharaan belut yang siap dijual untuk konsumsi
(besarnya/panjangnya sesuai dengan permintaan pasar/konsumen). Cara
Penangkapan belut sama seperti menangkap ikan lainnya dengan peralatan
antara lain: bubu/posong, jaring/jala bermata lembut, dengan pancing atau kail
dan pengeringan air kolam sehingga belut tinggal diambil saja.
9. PASCAPANEN

Pada pemeliharaan belut secara komersial dan dalam jumlah yang besar, penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini agar belut dapat diterima oleh konsumen dalam kualitas yang baik, sehingga mempunyai jaringan pemasaran yang luas.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya belut selama 3 bulan di daerah Jawa Barat pada
tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1. BiayaProduksi
1. Pembuatan kolam tanah 2 x 3 x 1, 4 HOK @ Rp.7.000,- Rp.
28.000,-
2. Bibit 3.000 ekor x @ Rp. 750,- Rp. 225.000,

3. Makanan tambahan (daging kelinci 3 ekor) @ Rp.15.000,-Rp.
45.000,-
4. Lain-lain Rp. 30.000,-

Jumlah Biaya Produksi Rp. 328.000,-
2. Pendapatan: 3000 ekor = 300 kg x @ Rp. 2.500,- Rp. 750.000,-
3. Keuntungan Rp. 422.000,-
4. Parameter Kelayakan Usaha 2,28
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Budidaya ikan belut, baik dalam bentuk pembenihan maupun pembesaran mempunyai
prospek yang cukup baik. Permintaan konsumen akan keberadaan ikan belut semakin
meningkat. Dengan teknik pemeliharaan yang baik, maka akan diperoleh hasil
budidaya yang memuaskan dan diminati konsumen.

Senin, 04 April 2011

BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH

I. PENDAHULUAN



jamur terdiri dari bermacam-macam jenis, ada yang merugikan dan ada yng menguntungkan bagi kehidupan manusia. Jamur yang merugikan antara lain karena bersifat patogen yaitu dapat menyebabkan penyakit pada manusia, hewan maupun tumbuhan. Diantara jamur yang

menguntungkan manusia misalnya : penicillium yang menghasilkan antibiotik penisilin, jamur-jamur yang berperan dalam proses fermentasi makanan seperti kecap, tempe, tape, tauco dan lain-lain. Bahkan banyak jenis jamur yang dapat dikonsumsi (dimakan) antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shiitake, jamur agaricus (campignon) dan jamur merang.

Dewasa ini budidaya jamur (Mushrooming the mushroom) yang dapat dimakan telah banyak dilakukan orang yaitu dengan menggunakan limbah pertanian sebagai media tumbuhnya. Budidaya jamur yang dapat dimakan (edible mushroom) merupakan salah satu cara mengatasi kekurangan pangan dan gizi serta menganekaragamkan pola komsumsi pangan rakyat. Dari analisa menunjukkan bahwa kandungan mineral jamur lebih tinggi daripada gading sapi dan domba, bahkan hampir dua kali lipat jumlah garam mineral dalam sayuran. Jumlah proteinnya dua kali lipat protein asparagus, kol, kentang dan empat kali lipat daripada tomat dan wortel serta enam kali lipat dari jeruk. Selain itu jamur juga mengandung zat besi, tembaga, kalium dan kapur, kaya vitamin B dan D, sejumlah enzim tripsin yang berperan sangat penting pada proses pencernaan, kalor dan kolesterolnya rendah.
Beberapa keuntungan budidaya jamur yaitu :

1. Melalui pemanfaatan bahan-bahan limbah di sekitar kita akan menjadikan
lingkungan kita bersih, indah dan sehat.
2. Budidaya jamur dapat diusahakan tanpa menggunakan lahan yang luas
3. Produk Jamur dapat dimanfaatkan untuk menambah gizi atau menu serta dapat
menambah pendapatan keluarga.
4. Kompos bekas media tanam dapat langsung digunakan untuk pupuk kolam ikan,
makanan ikan dan untuk memelihara cacing.

II. BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH

Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur kayu yang sekarang telah banyak dibudidayakan orang. Media tanam atau substratnya yang sudah umum digunakan adalah gergajian kayu alba (sengon), tetapi sembarang gergajian kayu sebetulnya dapat digunakan, tentunya kayu yang tidak beracun, kemudian di campur dengan bahan-bahan yang lain dengan berbandingan tertentu.

Adapun proses budidaya jamur tiram putih adalah sebagai berikut :

A. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan media tanam untuk jamur tiram putih adalah gergajian kayu (serbuk) dicampur dengan bahan-bahan dibawah ini dengan perbandingan sebagai berikut :
a) Serbuk Gergaji 100 kg
b) Bekatul atau dedak halus 10-15 kg
c) Kalsium carbonat/ kapur (CaCO3) 0,5 kg
d) Gips (CaSO4)0,5 kg
e) Pupuk TSP 0,5 kg
f) Bibit 25 kantong
g) Air secukupnya

Disamping itu perlu disiapkan bahan-bahan yaitu kantong plastok tahan panas
(ukuran 03 atau 04, 15 x 25 cm atau 17 x 30 cm), karet pengikat, potongan kertas
koran,
potongan pipa pralon (diameter 1” dan lebar 1 cm).
2. Alat
- Alat pencampur seperti sekop dan cangkul
- Alat sterilisasi berupa : drum perebus dengan tutup dan sarangan, sumber
panas (kompor minyak/ briket batu bara)

B. Proses pengomposan

Sebelum ditanam bibit, bahab-bahan media tanam tersebut di komposkan
terlebih dahulu selama 15 hari dengan tahapan sebagai berikut :

1. Serbuk gergaji yang telah benar-benar kering direndam dengan air bersih
didalam suatu wadah selama 1 malam.

2. Tiriskan (sampai dikepal tidak pecah), selanjutnya tambahkan tambahkan kapur
beserta bekaltul dan diaduk sampai rata. Biarkan dalam tumpukan selama 5 hari.
3. Tumpukan diaduk kembali dengan ditambahkan pupuk TSP dan biarkan
selama 5 hari.
4. Bahan diaduk kembali dan tambahkan gips. Biarkan lagi tumpukan itu sampai 5
hari, maka proses pengomposan telah selesai.

C. Proses Pembungkusan

Bahan-bahan media tanam yang telah dikomposkan dimasukkan ke dalam kantong
plastik. Kantong plastik pada kedua ujung pangkalnya ditekuk kedalam, sehingga
setelah diisi dan dipadatkan kantong plastik dapat berdiri seperti botol.

Kantong plastik diisi kurang lebih ¾ bagian, kemudian yang ¼ bagiannya ditekuk
ke dalam.Untuk meletakkan kantong plastik yang telah diisi (polibek) pada posisi
terbalik yaitu bagian yang ditekuk/ dilipat kedalam ditempatkan dibawah.

D. Proses Sterilisari

Siapkan alat drum perebus beserta perlengkapannya. Sarangan diletakkan
kira-kiran 1/3 bagian drum dari bawah. Isilah drum dengan air bersih kira-kira ¼

bagian drum. Sumber panas dinyalakan, sambil media tanam dimasukkan ke dalam
platik besar tahan panas yang menjulur ke atas drum. Proses sterilisasi dengan
uap ini dilakukan selama 6 – 8 jam pada suhu 90 – 95 C.

E.Teknik Penanaman Bibit ( Inokulasi )

Setelah proses sterilisasi selesai, polibek dari drum diambil keluar dan
dibiarkan dingin. Bila telah dingin, proses inokulasi dapat dilakukan yaitu
dengan cara memasukkan bibit dibagian atas, usahakan merata dibagian atas
permukaan media dalam polibek. Untuk mengikatkan plastik agar kuat, ujung polibek
dimasukan potongan pralon (cincin), kemudian ditutup dengan potongan kertas koran
dan diikat dengan karet gelang. Saat inokulasi sebaiknya jangan sampai melebihi
dari 24 jam setelah proses sterlisasi.

F. Pemeliharaan dan Inkubasi

Polibek yang telah di inokulasi ditempatkan pada rak-rak yang telah disediakan.
Rak-rak ini sebaiknya ditempatkan dalam suatu ruangan agar suhu dan
kelembabannya tidak terpengaruh oleh udara luar. Suhu dan kelembabannya
diusahakan stabil sesuai dengan kondisi yang diinginkan bagi pertumbuhan jamur
yaitu 24 – 28 C dan kelembaban udara 80 – 90 %. Polibek tersebut dibiarkan
selama 6 – 8 minggu sampai miselium tumbuh memenuhi kantong palstik sehingga
warnanya putih padat.

G. Pembukaan Polibek

Setelah polibek berwarna putik kompak (umur 6 – 8 minggu), maka polibek dapat
dibuka dengan melepas karet dan cincin pralon. Kemudian plastik yang terbuka
disibakkan keluar agar permukaan media tumbuh jamur mendapatkan udara sebanyak-
banyaknya.

H. Pemanenan Jamur

Setelah 1 minggu dari pembukaan, jamur biasanya akan terbentuk tubuh / rumpun
jamur dan sudah ada yang siap dipanen. Umur jamur dari ”singit”/ bakal jamur
sampai panen sekitar 3 hari.

I. Perawatan Media Polibek

Setiap polibek yang telah ditumbuhi miselium dapat tumbuh jamur berkali- kali,
sampai 4 – 6 kali panen. Pemanenan ini dapat berlangsung selama 2 – 3 bulan
dengan hasil total 75% dari berat serbuk gergaji kering untuk substratnya. Agar
media tumbuh jamur berkali-kali maka perlu pemeliharaan. Adapun pemeliharaannya
adalah sebagai berikut :

1. Media polibek yang telah tumbuh jamur sekali, permukaan bekas tumbuh jamur
dikeruk atau dipotong 0,5 – 1 cm. Kemudian disuntikkan kedalamnya larutan
vitamin B kompleks sekitar 30 cc (2 butir Vit. B komplek dilarutkan dalam 1,5
liter air bersih).
2. Setiap pagi dan sore permukaan media polibek disemprot dengan air bersih,
Jangan sampai terlihat kering permukaannya.

3. Untuk media polibek yang telah tumbuh jamur kedua, ketiga dan seterusnya
diperlakukan sama dengan point 1 dan 2, hanya saja jumlah vitamin B kompleks
yang disuntikkan semakin berkurang sebanding dengan berkurangnya media yang
dipotong / dibuang.
J. Pemberatantasan Penyakit

Apabila proses sterilisasi berjalan dengan sempurna dan peralatan yang dipakai bersih dan steril, maka tidak ada kontaminasipada subsratnya. Apabila ada polibek terkontaminasi/ terkena penyakit, sebaiknya polibek tersebut dibuang saja agar tidak menular dan menyebabkan turunnya produksi.
Catatan :
1. Peralatan yang dipakai pada saat penanaman bibit (inokulasi) harus bersih dan
steril. Peralatan agar steril, dipanaskan / dicelup dengan air mendidih
kemudian diolesi dengan alkohol 70 %. Sterilisasi
peralatan harus dijaga selama inokulasi agar media polibek tidak terkontaminasi.
2. Penamanan bibit jamur diusahakan ditempat tertutup dan steril.
3. Pada saat mencampur bahan-bahan media tanam sebaiknya memakai masker agar uap
hasil reaksi bahan-bahan tersebut tidak terhirup masuk ke dalam paru-paru.

III. PENUTUP

Budidaya jamur tiram putih tidaklah sulit dan tidak diperlukan keahlian khusus. Modal usahanya puntidaklah besar. Agrobisnis di masa sekarang dan akan datang sangatlah prospektus.
Semoga tulisan ini bermanfaat.

Klaten, Agustus 1999

Ditulis dan dipraktekkan


A. Sritopo, S.Pd.