Selasa, 12 Oktober 2010

DI LAMONGAN BELAJAR BAHASA MANDARIN

"Zao shang hao. Ni hao ma?" seorang remaja putri fasih mengucapkannya. Kalimat dalam bahasa Mandarin yang artinya "selamat pagi, apa kabar ini" dengan lancar diucapkan Farlinda Nur Beauty, nama remaja siswi SMA Negeri 2 Lamongan, Jawa Timur. "Ternyata setelah dipelajari, bahasa Mandarin itu asyik juga," ujar Farlinda, 16 tahun, kepada Gatra, Kamis pekan lalu.

Sudah dua tahun ini Farlinda dan rekan-rekannya mendapat pelajaran bahasa Mandarin di sekolah mereka. Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lamongan, Mustofa Nur, tercatat ada lima SD, delapan SMP, enam SMA, dan dua SMK di Lamongan yang memberikan pelajaran bahasa Mandarin dalam kegiatan ekstrakurikulernya. Bahkan, untuk SMA Negeri 2 Lamongan, pelajaran bahasa Mandarin menjadi kurikulum muatan lokal sekolah, sehingga wajib diikuti oleh seluruh siswa.

Sekolah tingkat SD yang memiliki program ekstrakulikuler bahasa Mandarin adalah SD Negeri Gebang Angkrik 2 Kecamatan Ngimbang, SD Negeri Jetis 3, dan SD Negeri Made 4 Kecamatan Lamongan. Di SD Negeri Gebang Angkrik 2, Kecamatan Ngimbang, ekstrakulikuler bahasa Mandarin cukup berkembang pesat karena guru pengajarnya lulusan bahasa dan sastra Mandarin dan berbahasa Mandarin aktif. Sementara itu, dua SD negeri di Kota Lamongan bekerja sama dengan lembaga kursus bahasa Mandarin.

Di tingkat SMP dan sederajat, bahasa Mandarin dikembangkan di SMP Negeri 2 Lamongan. Untuk tingkat SMA dan SMA, sekolah yang tercatat memprogramkan bahasa Mandarin dalam ekstrakurikulernya adalah SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 2 Lamongan, SMA Negeri Paciran, SMK Negeri Lamongan, SMA Negeri Babat, dan SMK Muhammadiyah 5 Babat. "Nantinya kami akan masukkan bahasa Mandarin sebagai kurikulum muatan lokal di seluruh sekolah agar lebih efektif," kata Mustofa.

Adalah Bupati Lamongan, Masfuk, SH, yang punya gagasan pembelajaran bahasa Mandarin bagi siswa sekolah di Lamongan. Diungkapkan Masfuk, gagasannya tersebut bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat Lamongan dan menangkap peluang bisnis. Masfuk mengatakan bahwa saat ini sudah banyak investor dari luar negeri yang tertarik menanamkan modalnya ke Lamongan. Terutama investor yang berasal dari Republik Rakyat Cina (RRC). "Seandainya warga Lamongan pintar bahasa Mandarin maka akan punya daya saing tersendiri dibandingkan dengan daerah lain," kata Masfuk.

Jika masyarakat Lamongan sudah memiliki daya saing dan mau bekerja keras, ujar Masfuk, maka tugas selanjutnya adalah mengelola sumber daya yang ada. Melalui penguasaan bahasa Mandarin, diharapkan bisa membangkitkan ekonomi Lamongan. Menurut Masfuk, saat ini sudah ada beberapa investor asal negeri tirai bambu itu yang menyatakan minat berinvestasi. Mereka juga berniat membangun sejumlah pabrik di wilayah Lamongan. "Bahkan para investor RRC sudah menyediakan dana investasi mereka di Lamongan senilai Rp 25 trilyun," ujar Masfuk.

Kelak, kata Masfuk, jika investasi dari Cina mengucur di Lamongan, maka masyarakat Lamongan bisa menjadi tenaga kerja terampil yang sudah fasih berkomunikasi bahasa Mandarin. Dengan begitu mereka lebih mudah beradaptasi dan menyesuaikan etos kerja perusahaan milik investor Cina. Saya tahu warga Lamongan adaptif, mau mengubah nasib, gigih, dan pekerja keras," ujarnya. Jika masyarakat Lamongan pintar, justru didatangi pasar tenaga kerja dan tidak perlu merantau. "Mereka bisa mengembangkan daerahnya sendiri," ia melanjutkan.

Untuk mewujudkan gagasannya tadi, mulai tahun ajaran 2008/2009, Masfuk melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menginstruksikan agar di setiap kecamatan paling tidak ada satu lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pembelajaran bahasa Mandarin. Awalnya dilakukan uji coba. Sebagai pilot project ditunjuk tiga sekolah negeri yaitu SMA Negeri 2 Lamongan, SMA Negeri Paciran, dan SMP Negeri 1 Lamongan. Uji coba sukses. Ini terbukti dengan banyaknya sekolah negeri dan swasta dari berbagai jenjang pendidikan yang kemudian memberikan pelajaran bahasa Mandarin di sekolah mereka.

Program pembelajaran bahasa Mandarin di kabupaten berpenduduk 1,5 juta jiwa ini gaungnya sampai pula ke luar negeri. Misalnya, surat kabar The New York Times melakukan peliputan khusus. Dalam artkelnya yang dipublikasikan 1 Mei lalu, koran asal Amerika Serikat ini memuat aktivitas belajar-mengajar bahasa Mandarin di salah satu sekolah SMA di Lamongan. Disebutkan dalam artikel itu, terobosan Bupati Masfuk dianggap sebagai kebijakan berani yang tidak ada di wilayah lain. Masfuk juga dipuji sebagai pemimpin yang punya visi jauh ke depan.

GATRA (Dok. GATRA)

Yang namanya program baru, tentu butuh proses untuk bisa mencapai kesuksesan. Demikian pula program kurikulum bahasa Mandarin. Menurut Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Lamongan, Drs. Khusnan M.Z., MM, ketika sekolahnya ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Lamongan sebagai bagian dari pilot project, pada mulanya program kurikulum bahasa Mandarin ini hanya menjadi materi pelajaran tambahan. Itu pun pelaksanaanya di luar jam pelajaran sekolah. Pesertanya dibatasi hanya satu kelas. "Tapi, karena banyak siswa yang berminat, maka oleh pihak sekolah ditambah jadi dua kelas," ucap Khusnan.

Beruntung, sebagai pilot project, sekolah mendapat bantuan dana operasional dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 50 juta per tahun. Oleh pihak sekolah, ungkap Khusnan, dana tersebut dipergunakan untuk membeli TV LCD, VCD program bahasa Mandarin, buku panduan, alat tulis kantor, serta biaya honor para pengajarnya. Namun, porsi dana yang terserap lebih besar untuk honor dua pengajar bahasa Mandarin. Mereka secara khusus didatangkan dari lembaga kursus bahasa Mandarin di Surabaya. "Untuk tiap semester, honor guru pengajar bahasa Mandarin mencapai Rp 10 juta," urainya.

Selain bantuan dana, setiap tahun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lamongan menggelar lomba pidato bahasa Mandarin. Tujuannya, mendorong para siswa menyukai pelajaran bahasa Mandarin. Animo siswa mengikuti lomba pidato cukup tinggi. Misalnya, lomba pidato yang digelar 16 Juni lalu. Sebanyak 66 siswa dari berbagai sekolah se-Lamongan mengikuti lomba yang dibuka oleh Bupati Masfuk. Ketika itu, sebagian peserta bahkan berpidato tanpa menggunakan teks. Salah satunya Karina Fefi Laksana Sakti, yang meraih juara kedua. "Jika kita ingin menguasai suatu negara maka kuasailah bahasa mereka," jawab Karina ketika ditanya alasannya menyukai bahasa Mandarin.

Dalam pandangan pemerhati bahasa Mandarin, Hartono, pembelajaran bahasa Mandarin memang sebaiknya dimulai sejak jenjang bangku sekolah. "Kalau diajarkan melalui sekolah, akan lebih banyak orang Indonesia yang di kemudian hari mahir berbahasa Mandarin," ujarnya.

Hartono, yang juga pemilik lembaga pendidikan bahasa Mandarin, mewanti-wanti jangan sampai kebijakan yang digagas Masfuk ini berhenti di tengah jalan begitu Masfuk tak lagi memimpin Lamongan. "Yang dikawatirkan di Indonesia ini, seringkali ganti kepemimpinan ganti kebijakan," ia menegaskan.

Sujud Dwi Pratisto, dan Arif Sujatmiko (Surabaya)
[Pendidikan, Gatra Nomor 38 Beredar Kamis, 27 Juli 2010]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar