Rabu, 29 September 2010

SOSOK EKA BUDIANTA SASTRAWAN KELAS DUNIA PAK DOKTOR INI ORANG NGIMBANG


Sastrawan
Eka Budianta



Lahir dari pasangan guru, Daoeni Andajani, sang ibu mulai pernikahannya dengan Astroadi Martaredja sang ayah, pada 1 Februari 1956. Eka memang pandai membuat cerita sendiri. Kepada anak perempuannya, Theresia Citraningtyas Budianta, Eka sering bercerita bahwa dia anak pohon sawo, sebab di bawah pohon itu ia lahir dan ditemukan. Tak berlebihan kalau Citra kemudian menganggap Eka sebagai titisan bumi, sebab manusia mana yang bisa secara pribadi mengenal semua pohon yang dijumpainya.

Pada bagian buku Pagi Tanpa Batas, Eka ingin menyampaikan pesan bahwa yang paling penting saat ini adalah pagi, pagi dan pagi. Pagi tanpa batas, hidup yang senantiasa segar, bumi yang senantiasa sejuk dengan matahari yang selalu siap memancar. Sungguh luar biasa, sebagaimana goresan dari teman-teman Eka di dunia sastra di antaranya Budi Darma, Putu Wijaya, Ikranegara, Ernst Ulrich Kratz, dan Danarto yang telah membuat pagi dalam hidupnya menjadi bermakna abadi. ‘

Pada Buku Empat dan lima bagi Eka, dengan caranya sendiri, ia menyebutkan lima macam lima puluh perdana yang berpengaruh dan ikut menentukan hidupnya. Yaitu 50 lembaga yang paling membantu hidupnya, 50 nama yang telah memperindah hidup, 50 orang yang ikut membentuk hidup, 50 puluh pohon terdekat dan 50 kota tercinta. Melalui visinya, Eka seakan mengingatkan pada dinding kaca bening di ruang tamu. Kadangkala kaca itu bisa menjadi cermin tempat kita bisa menemukan wajah kita di dalamnya, termasuk suksesnya meraih gelar Doktor Kesusastraan di luar negeri.

Melani Budianta, sang istri, merupakan sosok di balik senyum dan semangat hidup Eka. Menurut Eka, isterinya sudah terlalu banyak memberi. Ia sudah memberi hadiah bermacam-macam.

Dalam buku terakhirnya, Eka menawarkan sebuah formula agar hidup ini bisa bermakna, yaitu Chito : Catatan, Hobi, Ide, Tabungan dan Organisasi. Formula Chito adalah hikmah dari kehidupan senang dan sedih, gagal dan sukses yang dialami Eka selama 50 tahun di bumi.

Eka mengingatkan bahwa zaman yang kita masuki penuh dengan berbagai informasi dan kepentingan. Untuk melaluinya dengan nyaman, kuncinya terletak pada keperdulian kita. Dan untuk peduli itu kita harus kuat. Kita memerlukan pribadi yang tangguh dan merdeka. Siap mekar di bumi..
Nama :
Christophorus Apolinaris
Eka Budianta

Lahir :
1 Februari 1956

Pendidikan :
SMA jurusan Budaya, Malang (1974),
Jurusan Sejarah, Fakultas
Sastra, Universitas Indonesia (1975-1979, tidak tamat),
Pendidikan Jurnalistik Los Angeles Trade-Technical College, Amerika Serikat (1980-1981, tidak tamat) 

Karier :
Wartawan Tempo
(1980-1983),
Dosen Bahasa di Cornell University Ithaca, New York, Amerika Serikat,
Koresponden Koran Jepang Yomiun Shimbun
(1984-1986),
Asisten pada kantor Penerangan PBB Jakarta (1987),
Penyiar BBC London
(1988-1991)

Penghargaan :
Hadiah Sastra DKJ (1984),
Memperoleh Ashoka Fellowship (1987),
International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat (1987)

Karya :
Bang Bang Tut
(Kumpulan Puisi, 1976),
 Ada (Kumpulan Puisi, 1976),
Bel
(Kumpulan Puisi, 1977),
Rel (Kumpulan Puisi, 1977),
Sabda
Bersahut Sabda (Antologi puisi bersama Azmi Yusoff, 1978),
Cerita di Kebun Kopi
(Kumpulan Puisi, 1981),
Sejuta Milyar Satu
(Kumpulan Puisi)
Lautan Cinta
(Kumpulan Puisi, 1988),
Rumahku Dunia
(Kumpulan Puisi, 1993),
Menggebrak Dunia Mengarang
(Bacaan Umum, 1992),
Dari Negeri Poci
(Antologi Puisi, 1993),  Mengembalikan Kepercayaan
Rakyat (Esai, 1992),
Api Rindu
(Kumpulan Cerpen, 1987).
Tulisan Beliau dalam facebook PERKUMPULAN WONG NGIMBANG LAMONGAN JAWA TIMUR
PERKUMPULAN WONG NGIMBANG LAMONGAN JAWA TIMUR

PERKUMPULAN WONG NGIMBANG LAMONGAN JAWA TIMUR Dalam seminar di Bali, saya ditanya "Apa yang dapat kita lakukan untuk kampung kelahiran? Saya lahir di sini tapi tidak tahu apa-apa." Saya jawab, tolong tanyakan sekali lagi pada diri anda sendiri, lalu jawablah sendiri dengan sebaik-baiknya.

13 April jam 5:16 · · · Promosikan
  • Sabarudin Achmad menyukai ini.
    • PERKUMPULAN WONG NGIMBANG LAMONGAN JAWA TIMUR
      Dengan ikut mempromosikan kota kelahiran itu saja sudah merupakan suatu tindakan riil dalam ikut membesarkan nama kota kelahiran kita, syukur kalau kita bisa berbuat nyata dalam perkembangan tempat kelahiran kita, tapi mohon diketahui Bpk. ...Eka kota kelahiran Bapak Sungguh sekarang sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat dibandingkan sewaktu dulu ngimbang yang tandus, sejak kepemimpinan Bupati Masfuk Lamongan Selatan telah dikembangkan pembangunan dan sumber daya asli daerah, sekarang pendidikan mulai dari TK sampai SLTA/ SMK Negeri telah ada didaerah kita kemudian Rumah Sakit Daerah telah berdiri serta Pabrik pengolahan Jagung Serbitol serta perkembangan sektor lain yang masih dalam rangka penanganan, Dengan mempromosikan Kec. Ngimbang kekancah Nasional itu suatu sumbangan yang berharga buat kita semua. Lihat Selengkapnya
      13 April jam 8:01 ·
    • PERKUMPULAN WONG NGIMBANG LAMONGAN JAWA TIMUR Betul. Saya pernah naik taksi dari Bandara Juanda ke Ngimbang, balik ke Siwalan Kerto di Surabaya. Jalanan mulus. Tempat kelahiran saya sudah menjadi kursus bahasa Inggris. Pohon sawonya masih ada. SD tempat Ibu mengajar masih kokoh. Saya titip beberapa pohon jati ditanam di sana. Semoga Ngimbang subur makmur.
      20 April jam 8:43 ·
    • PERKUMPULAN WONG NGIMBANG LAMONGAN JAWA TIMUR Ketika Ibu dan ayah saya datang pertama kali ke Ngimbang, Januari 1955, banyak orang miskin di hutan jati. Kalau ada orang melintas dengan sepeda, dimintai uang receh atau rokok. Limapuluh tahun berikutnya, saya ajak ayah saya berputar-putar hutan itu dengan mobil. Tidak ada yang minta rokok atau uang kecil. Hutan hijau, tidak ada pencari rumput maupun kayu. Mungkin semua sudah bekerja ke luar negeri.
      27 April jam 6:17 ·

Tidak ada komentar:

Posting Komentar