Selasa, 31 Januari 2017

ADAP MENGUMPULI ISTERI YANG SEDANG HAMIL SESUAI ANJURAN RASUL


 
Rasulllah menceritakan kebiasaan orang Rumawi dan Persia dalam memperlakukan istri mereka yang sedang hamil.
Dahulu, orang-orang Timur Tengah beranggapan seorang suami dilarang menggauli istrinya yang sedang hamil. Mereka berpendapat hal itu dapat mendatangkan mudarat pada kehamilan istrinya.
Melihat anggapan yang berkembang tersebut, Rasulullah angkat bicara. Nabi Muhammad bersabda “ Sesungguhnya aku hampir saja akan melarang ghilah (menyetubuhi istri yang sedang menyusui) sebelum aku ingat bahwa orang-orang Rumawi dan Persia biasa melakukan hal tersebut dan ternyata tidak membahayakan anak-anak mereka.”
Sedangkan dalam hadist lain meriwayatkan jika ada seorang laki-laki yang datang dan bertanya pada rasulullah. " Ya Rasulullah, sesungguhnya aku ber’azal terhadap istriku.”
Nabi Saw. bertanya, “ Mengapa?”
Laki-laki itu menjawab, “ Aku kasihan terhadap anaknya.”
Rasulullah Saw menanggapinya dengan bersabda, “ Seandainya hal tersebut membahayakan, maka niscaya orang-orang Persia dan orang-orang Rumawi tertimpa bahayanya.” (Hadis ini dan hadis sebelumnya diriwayatkan oleh Imam Muslim).
Rasulullah menjelaskan jika hal itu boleh dilakukan agar seorang suami tidak terlalu lama menunggu, hingga istrinya melahirkan.
Tapi dalam beberapa kesempatan, menyetubuhi istri dalam keadaan hamil memang tidak diperbolehkan.

Dulu orang-orang Arab tidak berani melakukan hubungan suami istri ketika istri tengah hamil karena khawatir akan menimbulkan mudharat terhadap anaknya.
Kemudian Nabi Saw. menjelaskan kebolehannya. Judamah binti Wahb Al- Asadiyyah r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: “Sesungguhnya aku hampir saja akan melarang ghilah (menyetubuhi istri yang sedang menyusui) sebelum aku ingat bahwa orang-orang Rumawi dan Persia biasa melakukan hal tersebut dan ternyata tidak membahayakan anak-anak mereka.”
Dalam sebuah hadis diriwayatkan: Seorang laki-laki datang lalu bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku ber’azal terhadap istriku.”
Nabi Saw. bertanya, “Mengapa?”
Laki-laki itu menjawab, “Aku kasihan terhadap anaknya.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Seandainya hal tersebut membahayakan, maka niscaya orang-orang Persia dan orang-orang Rumawi tertimpa bahayanya.” (Hadis ini dan hadis sebelumnya diriwayatkan oleh Imam Muslim).
Alangkah panjangnya penantian jika untuk melakukan hubungan suami istri harus menunggu istri melahirkan. Alangkah lamanya waktu, jika selama merawat kehamilan tak ada suami yang membelai. Padahal hubungan suami istri di saat ini dibolehkan. Suami-istri tidak terlarang untuk melakukan hubungan suami istri meskipun perut sudah membesar.
Masalah ini perlu diketahui agar tidak menimbulkan sikap yang tidak tepat hanya karena tidak memiliki pengetahuan. Suami-istri perlu memahami agar dapat mencapai yang terbaik di saat hamil. Semoga dengan demikian, istri tidak merasa tertekan ketika suami memintanya melayani di tempat tidur saat hamil tujuh bulan. Demikian juga, semoga suami tetap bisa memberi kehangatan hubungan suami istri kepada istrinya yang sedang mengandung, terutama pada trimester kedua. Sehingga tidak ada keluhan sebagaimana saya ceritakan di awal bab ini.
Sekali lagi, hubungan suami istri ketika istri mengandung bisa tetap dilakukan. Hubungan suami istri selama hamil dan menyusui tidak berbahaya. Seandainya hubungan suami istri di waktu ini membahayakan, bangsa Persia dan Rumawi tentu sudah merasakan akibatnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar